Ketika menghadapi pemilu legislatif yang baru lalu, terus terang saja saya sedikit apatis. Terlalu sulit untuk menentukan siapa yang patut dijadikan wakil di parlemen nanti, apa pun partainya. Jauh-jauh sebelumnya memang, ulah beberapa oknum anggota DPR telah membuat saya muak melihat dan mendengar kata-kata DPR. Dari sekandar suap hingga sekandal perempuan. Yang lebih menyakitkan adalah mayoritas dari mereka itu adalah saudara-saudaraku seagama, bahkan beberapa di antara mereka berasal dari partai yang akrab dengan umat Islam.
Namun dalam menghadapi pemilu presiden mendatang ini, hati saya jadi berubah. Memilih presiden dan wakilnya berbeda dengan memilih caleg yang tidak sedikit kampanyenya saja sudah tidak bermutu itu.
Memilih presiden dan wakilnya -- jika memang ada yang layak untuk dipilih -- akan menentukan nasib hidup rakyat negeri ini kedepan. Oleh karena itu, gertakan dari Wiranto dkk yang tergabung dalam Kelompok Teuku Umar itu yang akan memboikot pemilu presiden, patut ditanggapi serius. Jika benar-benar pemilu presiden gagal atau diundur, saya tidak bisa membayangkan berapa trilyun rupiah akan terbuang percuma. Ujung-ujungnya, rakyat seperti kita ini juga yang akan menanggungnya kelak.
Saya bukan penggiat partai atau LSM apapun. Saya tidak memiliki akses untuk berkomunikasi dengan para tokoh nasional semacam Wiranto, Megawati dan Prabowo. Setidaknya tulisan ini merupakan upaya memelihara perdamaian dan kedamaian di negeri ini. Saya selalu membayar pajak, karena itu saya punya hak untuk menjaga negeri ini dari kekacauan.
Tuesday, April 21, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment