1. Pendahuluan
Tajuk makalah ini merupakan topik penelitian saya di Universitas Malaya, Malaysia sejak tahun 2006 hingga sekarang. Kolokasi merupakan fenomena universal yang ada dalam setiap bahasa dan memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda antara satu bahasa dan lainnya. Karena keunikannya itulah maka kolokasi menjadi objek yang sangat menarik untuk dikaji. Sebagaimana akan dijelaskan nanti, kolokasi sangat erat dengan pengajaran bahasa dan dengan penerjemahan.
2. Apa itu Kolokasi?
Istilah kolokasi dipopulerkan oleh linguis Inggris Firth dengan slogan yang terkenal “you shall judge a word by the company it keeps”. Dalam sebuah artikel yang bertajuk Modes of meaning (Firth 1957), dia menjelaskan bagaimana kajian “meaning by collocation” dapat memberikan kontribusi pada pendekatan makna kata baik secara formal maupun secara kontekstual sebagai kebalikan dari pendekatan secara konseptual.
Meaning by collocation is an abstraction at the syntagmatic level and is not directly concerned with the conceptual or idea approach to the meaning of words. One of the meanings of night is its collocability with dark, and of dark, of course, collocation with night. (Firth 1957: 196)
(Pemaknaan dengan kolokasi adalah suatu abstraksi pada tingkatan sintagmatik dan tidaklah secara langsung terkait dengan pendekatan konseptual atau gagasan terhadap arti kata. Salah satu makna night adalah dapat berkolokasinya kata tersebut dengan dark, dan tentu saja, makna dark dapat diketahui dengan mudah bila berkolokasi dengan night).
Linguis setelahnya melihat kolokasi dengan aspek yang berbeda tetapi sebetulnya masih berkaitan erat dengan kolokasi. Sinclair, misalnya, salah seorang murid Firth di London University, melihat kolokasi sebagai berikut:
Collocation is the occurrence of two or more words within a short space of each other in a text. (Sinclair 1991: 170)
(Kolokasi adalah kemunculan dua kata atau lebih secara bersamaan dengan kata lain dalam sebuah teks dengan jarak yang tidak berjauhan).
Partington (1996: 15) menyebut kedua definisi di atas sebagai definisi tekstual. Satu unsur bahasa berkolokasi dengan unsur lainnya jika ia tampak di satu tempat yang berdekatan dalam sebuah teks. Berdasarkan definisi ini, kolokasi merupakan konsekwensi dari linearitas bahasa, atau sebaliknya, jika kita memandang teks sebagai suatu proses alih-alih suatu produk. Ia merupakan metode utama, bersama-sama dengan sintaksis yang dengannya linearitas bahasa ini dibangun.
Definisi kolokasi yang lain diberikan oleh Leech ketika mendiskusikan “Seven Types of Meaning”, yang salah satunya ia sebut “collocative meaning”.
Collocative meaning consists of the associations a word acquires on account of the meanings of words which tend to occur in its environment. (Leech 1974: 20)
(Makna kolokatif terdiri dari hubungan sebuah kata yang memperoleh makna kata-kata yang cenderung muncul dalam lingkungannya).
Definisi ini, menurut Parlington, adalah definsi psikologis atau assosiatif. Ia merupakan bagian dari kompetensi komunikasi seorang penutur asli untuk mengetahui kolokasi mana yang normal dan mana yang tidak biasa dalam situasi tertentu. Melalui interaksinya yang lama terhadap sebuah bahasa, para penutur asli memperoleh apa yang disebut Firth “expectancies” (1957: 195) di mana unsur-unsur bahasa pada umumnya muncul bersama yang lainnya dalam teks. Kontribusi kolokasi, dalam istilah psikologis, terhadap makna juga ditekankan oleh Aitchison yang mengatakan bahwa “human learn word-meaning from what occurs alongside” (1997: 21). Pembelajar, baik itu anak-anak maupun orang dewasa berhadapan dengan sebuah kata yang tidak dikenal yang dapat dijadikan kunci untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan unsur bahasa yang menyertainya.
Konsep lain tentang kolokasi diberikan oleh Hoey:
collocation has long been the name given to the relationship a lexical item has with items that appear with greater than random probability in its (textual) context. (Hoey 1991: 6-7)
(kolokasi telah lama menjadi sebuah istilah untuk hubungan sebuah unsur leksikal dengan unsur lainnya yang tampak lebih besar kemungkinannya daripada secara acak dalam konteks tekstualnya).
Parlington menyebut definisi terakhir ini sebagai definisi statistik dan merupakan definisi yang sangat sesuai sebagai konsep bagi mereka yang mengkaji korpus linguistik, di mana sejumlah besar teks dapat diperoleh untuk analisis komputer. Kemunculan secara bersamaan dua unsur bahasa menjadi menarik untuk sebuah tujuan, terutama bila kemunculannya yang bersamaan tersebut berulang kali yang kelak dapat dijadikan sebagai pola-pola kolokasi. Hubungan biasa sebuah kata dengan unsur bahasa lainnya dapat dikaji baik melalui konkordansi kata tersebut maupun dengan mendapatkan daftar kekerapan kata tersebut berkolokasi dengan unsur bahasa lainnya. Firth sendiri memberikan contoh kata time yang sering berkolokasi dengan kata-kata saved, spent, wasted, fritted away dan juga dengan kata-kata presses dan flies bahkan dengan kata no. Ini berarti, suatu hal yang memungkinkan untuk menggambarkan perilaku setiap unsur leksikal dalam sebuah bahasa.
Dari ketiga jenis definisi di atas, kita dapat simpulkan bahwa kolokasi merupakan hubungan sebuah kata atau lebih dengan unsur bahasa lainnya yang muncul secara bersamaan dalam sebuah teks yang jarak antara kata dan unsur bahasa lainnya itu tidak harus berdampingan tetapi dalam jarak yang tidak terlalu jauh.
3. Mengapa Kolokasi itu Penting?
Kolokasi sangat penting dikaji dilihat setidaknya dari dua sudut pandang, yaitu (a) sudut pandang pembelajaran bahasa, dan (b) sudut pandang penerjemahan. Dari sudut pandang pembelajaran bahasa, kolokasi dianggap sangat penting, karena ada beberapa alasan yang harus diketahui oleh para pengajar (Hill 2000: 53-56)[1]:
a) Leksikon tidak disusun secara semena
Alasan pertama dan yang paling tampak mengapa kolokasi itu penting adalah karena cara kata-kata berkombinasi dalam sebuah kolokasi adalah hal yang sangat mendasar dalam penggunaan semua bahasa. Leksikon tidak disusun secara semena. Kita tidak berbicara atau menulis seakan bahasa itu merupakan tabel kosa kata yang sangat besar yang dapat digonta-ganti untuk mengisi slot dalam struktur gramatikal. Suatu kosa kata penting yang dipergunakan secara luas, kolokasinya dapat diprediksikan. Ketika seorang penutur bahasa Arab memikirkan minuman, misalnya, ia dapat menggunakan verba yang umum seperti يشرب. Pendengar dapat memprediksikan sejumlah besar kemungkinan kata yang berkolokasi dengan verba tersebut, seperti: الشاي ‘teh’, الحليب ‘susu’, القهوة‘kopi’, عصير البرتقال‘jus jeruk’, tetapi sama sekali pendengar tidak akan memprediksikan kata-kata زيت المحرك ‘oli mesin’, شامبو‘syampo’ حامض الكبريتيك ‘asam belerang’.
b) Kolokasi dapat diprediksi
Dalam bahasa Arab terdapat sejumlah verba yang berkolokasi dengan preposisi tertentu. Misalnya, verba قال dan semua kata bentukan daripadanya pasti berkolokasi dengan preposisi لـ dan tidak pernah berkolokasi dengan إلى.
c) Ukuran kamus mental berkenaan dengan ungkapan
Kolokasi menjadi penting karena area yang dapat diprediksikan itu sangat besar. Dua, tiga, empat bahkan lima kolokasi kata akan membuat sejumlah besar teks yang alami, baik yang berupa tuturan maupun tulisan. Banyak dari yang kita ucapkan, kita dengar, kita baca atau kita tulis kita temukan dalam ungkapan tetap.
d) Peranan ingatan
Kita mengenal kolokasi karena kita telah bertemu dengannya. Kita kemudian mendapatkannya kembali dari leksikon mental kita sama seperti kita memperoleh nomor telepon atau alamat dari ingatan kita.
e) Kelancaran
Kolokasi dapat menjadikan kita berfikir dan berkomunikasi lebih efisien. Penutur asli dapat berbicara dengan begitu lancar karena mereka memanggil kembali sejumlah besar daftar kosa kata dari sebuah bahasa yang sudah jadi yang secara langsung mereka peroleh dari leksikon mental mereka. Sama halnya, mereka dapat mendengar tuturan dalam suatu kecepatan tuturan dan membaca dengan cepat karena mereka secara konstan mengenali satuan multi-kata alih-alih memproses segala sesuatu kata-per-kata. Salah satu alasan utama mengapa pembelajar bahasa mendapatkan pelajaran kemahiran mendengar dan membaca begitu sulit adalah bukan karena banyaknya kata-kata baru tetapi karena banyaknya kolokasi yang tidak dikenali. Perbedaan utama antara penutur asli dan bukan asli adalah bahwa yang pertama telah akrab dengan sejumlah kolokasi dengan demikian ia dapat mengenali dan memproduksi pola-pola yang sudah jadi yang menjadikan mereka mampu memproses dan memproduksi bahasa lebih cepat dari yang bukan penutur asli.
f) Kolokasi membuat berfikir lebih mudah
Kita dapat berfikir tentang hal-hal yang baru dan berbicara secepat kita berfikir, sebabnya adalah karena kita tidak menggunakan bahasa baru selamanya. Kolokasi membuat kita mampu mengekspresikan gagasan kompleks secara cepat dengan demikian kita dapat terus memanipulasi gagasan-gagasan tersebut tanpa mempergunakan semua bagian otak kita guna memfokuskan ingatan pada bentuk kata-kata. Salah satu gagasan kompleks dalam bahasa Arab adalah tentang akal bulus seseorang dalam memperdayakan orang lain. Penutur asli bahasa Arab cukup dengan mudah mengekspresikannya dengan kolokasi yang sudah menjadi peribahasa مسمار جحا ‘paku Juha’. Kedua kata tersebut sangat akrab di telinga para penutur bahasa Arab dan kolokasi yang dibentukpun sederhana nomina + nomina. Begitulah, kolokasi merupakan kunci penting menuju kelancaran berbahasa asing.
Demikian beberapa alasan mengapa kolokasi dianggap sangat penting dilihat dari sudut pandang pembelajaran bahasa. Berikutnya, kita lihat bagaimana pentingnya kolokasi dilihat dari sudut pandang penerjemahan.
Kemampuan mengidentifikasi kolokasi dalam suatu teks peranannya sangat besar dalam proses penerjemahannya. Dalam bahasa Arab terdapat banyak kata yang bermakna unik manakala berkolokasi dengan kata-kata tertentu. Verba شرب misalnya yang makna asalnya ‘minum’, makna tersebut tidak lagi terlihat bila berkolokasi dengan sejumlah kata yang selanjutnya menjadi peribahasa di kalangan penutur asli bahasa Arab.
Bila seorang Arab berkata, اِشْرَبْ مِنَ الْبَحْرِ dalam tuturan berikut:
ما دمتَ تعيش في هذا المكان فعليك أن تخضع لنظمه وتنفذها بدقة ، وإن لم يعجبك ذلك فَلْْتَشْرَبْ من البحر.
maka sama sekali tidak ada kaitannya dengan makna minum sehingga diterjemahkan “maka minumlah dari laut”. Maksud dari ungkapan tersebut adalah ‘berbuatlah sesuka hatimu. Bagaimana pun kamu harus menerima kenyataan dan kamu tidak akan dapat mengubahnya”. Demikian pula dengan ungkapan yang masih mengandung verba شرب dalam tuturan berikut:
إنه شاب مكافح صبور ، شرب من كيعانه حتى أكمل تعليمه.
Nomina كِيعَان adalah bentul plural dari الكوع ‘siku’. Secara harfiah شرب من كيعانه berarti ‘minum dari sikunya’. Tetapi sekali lagi, verba ini tidak lagi mengandungi makna asalnya minum. Yang dimaksud dengan ungkapan ini adalah ‘penuh penderitaan dan cobaan dalam menjalani hidupnya’ (Kamel, 2007).
Maka ketika suatu terjemahan dikritik sebagai terjemahan yang salah atau tidak sesuai dalam konteks tertentu, kritikan tersebut merujuk pada ketidakmampuan penerjemah dalam mengidentifikasi pola-pola kolokasi yang bermaka unik dan berbeda dari sejumlah makna elemen-elemennya secara individual. Bila ada seorang penterjemah memahami ungkapan على العين والرأس seperti dalam kalimat كلما طلب منه خدمة، قضاها على العين والرأس sama seperti memahami kalimat جلس على الكرسي ‘ia duduk di atas kursi’, maka penerjemah tersebut akan memberi padanan yang tidak akan difahami pembaca bahasa sasaran. Mungkin ia akan menterjemahkan kalimat di atas menjadi ‘setiap kali ia meminta pelayanan, ia melakukannya di atas mata dan kepala’. Penterjemahan harfiah seperti ini sangat berbeda jauh dari makna yang dimaksud iaitu بكل سرور، برغبة وحب ‘dengan senang hati’ (Siniy 1996).
Preposisi dalam bahasa Arab cukup berpengaruh dalam menentukan makna sebuah kata, bahkan dapat menimbulkan makna yang berlawanan sebagaimana yang diberika oleh preposisi على dan لـ yang tidak selamanya bermakna ‘di atas’ dan ‘untuk’. Seorang linguis Arab yang terkenal, Ibnu Jinniy dalam bukunya الخصائص menyatakan bahwa preposisi digunakan untuk hal-hal yang menyenangkan, sedangkan preposisi untuk kebalikannya. Seorang penerjemah yang tidak menyadari makna yang berada di balik kata-kata yang berkolokasi dengan kedua preposisi tersebut tidak mustahil akan menerjemahkan secara harfiah. Maka doa yang biasa diucapkan kepada pengantin بارك الله لكما وعليكما sering kita dengar diterjemahkan menjadi ‘Semoga Allah melimpahkan berkah untukmu dan atasmu’.
Maka memperlakukan kombinasi kata seperti dalam ungkapan-ungkapan di atas sebagai sebuah kolokasi adalah sangat penting dalam langkah awal proses penterjemahan daripada mencari padanan leksikal untuk setiap kata secara terpisah.
Namun, dalam praktiknya, bukanlah merupakan hal yang mudah bagi seorang penerjemah, khususnya bagi yang tidak berpengalaman, untuk mengidentifikasi dan menterjemahkan makna kata ketika berkolokasi dengan kata lainnya. Terkadang kemusykilan ini disebabkan oleh adanya beberapa makna kata ketika berkolokasi dengan suatu kata, seperti tampak dalam berbagai makna yang berbeda dari kata شرب di atas. Maka makna-makna yang berbeda-beda tersebut bukan mustahil akan menipu seorang penterjemah yang tidak berpengalaman yang tidak mampu mengidentifikasi kolokasi dengan maknanya yang bermacam-macam yang berbeda dari makna kata-kata tersebut manakala muncul sendiri-sendiri.
Sebab lain dari kemusykilan yang muncul dalam proses penterjemahan kolokasi adalah adanya makna majazi dalam sebuah kolokasi. Kata بال yang makna asalnya adalah الحال والشأن ‘keadaan’ seperti dalam firman Allah ( سَيَهْدِيهِمْ وَيُصْلِحُ باَلَهُمْ ), makna asal ini tidak tampak lagi dalam ungkapan-ungkapan sepeti:
مشغول البال
‘gundah’
خالي البال
‘tenang’
ذو بال
‘penting’
غير ذي بال
‘tidak penting’
راحة البال
‘senang’
رخي البال/ ناعم البال
‘hidup senang, hati tenang’
طويل البال
‘bersabar’
4. Bagaimana Kolokasi itu Dikaji?
Guna memperoleh gambaran pola-pola kolokasi dalam bahasa Arab diperlukan korpus dan piranti lunak untuk menganalisisnya. Dengan kemajuan teknologi informasi saat ini, korpus bahasa Arab dapat dengan mudah diperoleh. Di antaranya dari situs perpustakaan digital http://www.almeshkat.net/books/index.php yang menyediakan ribuan naskah bahasa Arab dalam format Word (*.doc) yang selanjutnya dikonversi menjadi teks (*.txt). Sedangkan piranti lunak untuk menganalisis korpus yang sudah dikonversi menjadi teks juga dapat diperoleh secara gratis dari http://www.andy-roberts.net/software/aConCorde/. Piranti lunak yang disebut aConcorde Version 0.4.1 ciptaan Anrew Roberts dari School of Computing, University of Leeds, Leeds, United Kingdom ini, dapat menggunakan menu berbahasa Inggris dan Arab. Program diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh para peneliti Arab yang mengadakan penelitian di universitas tersebut, yaitu Latifa Al-Sulaiti, Bayan Abu Shawar, dan Saleh Al-Osaimi.
Sebagaimana dijelaskan dalam definisi kolokasi di atas, kolokasi adalah kemunculan beberapa kata dengan unsur bahasa lain dalam sebuah teks. Piranti lunak aConcorde ini dapat menampilkan daftar kata-kata tertentu dengan unsur bahasa lainnya dalam sebuah teks. Misalnya, kita ingin mencari kemunculan kata الرغم. Daftar yang diperoleh hasil penelusuran aConcorde tersebut adalah sebagai berikut:
Gambar di atas memperlihatkan bagaimana kemunculan kata الرغم yang selalu diapit oleh dua preposisi yaitu على dan من sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa ketiga unsur bahasa tersebut membentuk pola kolokasi preposisi + nomina + preposisi.
Namun adakalahnya sebuah kolokasi tidak banyak ditemukan dalam sebuah teks. Misalnya kolokasi قرير النفس maka kita dapat memanfaatkan mesin pencari Google melalui internet dan hasil pencariannya sebagai berikut:
4. Penutup
Demikian paparan mengenai kolokasi dalam bahasa Arab. Melihat betapa pentingnya masalah kolokasi ini dalam dunia pembelajaran bahasa Arab dan penerjemahan, sepatutnya mendapat perhatian yang sepatutnya dari kita semua. Diharapkan, sejumlah mahasiswa ada yang tertarik untuk mulai mengadakan penelitian untuk skripsinya. Demikian juga para dosen yang tengah mengambil S2 dan S3 bahkan kajian pascadoktoral sekalipun.
Daftar Bacaan:
Aitchison, J. (1997). The Language Web: (The Reith Lectures). Cambridge: Cambridge University Press.
Firth, J. R. (1957). Papers in Linguistics 1934-1951. London: Oxford University Press.
Hill, Jimmie dalam Michael Lewis (ed.) (2000) Teaching Collocation. Hove, England: Language Teaching Publication.
Hoey, M. (1991). Patterns of Lexis in Text. Oxford: Oxford University Press.
Ibn Jinniy, Abu Al-Fath Usman. (t.t.) Al-Khasais. Tahqiq Muhammad Ali Al-Najar. Beirut: Dar Al-Huda li at-Tiba`ah wa al-Nasyr.
Leech, G. (1974). Semantics. Harmondsworth: Penguin.
Kamel, Wafa. (2007). Komunikasi pribadi melalui forum diskusi dalam situs http://www.wataonline.net/site/
Parlington, Alan. (1996) Patterns and Meanings: Using Corpora for English Language Research and Teaching. Amsterdam/ Philadelphia: John Benjamins Publishing Company.
Sinclair, J. (1991). Corpus, Concordance, Collocation. Oxford: Oxford University Press.
Siniy, Mahmud Ismail, Mukhtar Al-Tahir Husain, dan Sayid `Iwad Al-Karim Al-Dawsy. (1996). Al-Mu`jam Al-Siyaqiy li Al-Ta`birat Al-Istilahiyyah `Arabiy-Arabiy. Beirut: Maktabah Lubnan Nasyirun.
Kolej Kediaman 12, Universiti Malaya, Kuala Lumpur
Rabu, 20 Juni 2007.
[1] Contoh-contoh yang diberikan oleh Hill tentunya dalam konteks bahasa Inggris. Dalam makalah ini contoh-contoh bahasa Arab diberikan oleh penulisnya. Hill mengemukakan sembilan alasan, tetapi penulis hanya mengambil beberapa alasan yang dianggap relevan dengan bahasa Arab.
No comments:
Post a Comment